Budhi Condrowati Dorong Regulasi Tata Niaga Singkong: Petani Harus Kuat, Industri Tetap Hidup

BICARALAMPUNG– Desakan agar tata niaga singkong di Lampung memiliki payung hukum yang jelas kembali menguat. Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Provinsi Lampung, Dasrul Aswin, menegaskan pentingnya regulasi resmi untuk melindungi petani dari posisi tawar yang lemah dalam penentuan harga.

 

Menurut Dasrul, selama ini petani sering kali menjadi pihak paling dirugikan akibat ketiadaan dasar hukum yang mengatur sistem tata niaga. Tanpa regulasi yang kuat, kata dia, perusahaan pengolah masih leluasa menentukan harga sesuai kebijakan masing-masing.

 

“Kita butuh aturan yang memberi kepastian dan keadilan bagi petani. Selama belum ada dasar hukum yang jelas, petani akan selalu berada di posisi lemah,” ujarnya.

 

Sebagai langkah konkret, PPUKI Lampung pada Senin (13/10) bertemu Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal. Dalam pertemuan itu, Gubernur menyatakan kesiapannya menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait harga singkong sebagai bentuk perlindungan sementara bagi petani sebelum regulasi tingkat daerah disahkan.

 

Sinyal positif itu disambut tegas oleh Anggota DPRD Provinsi Lampung, Budhi Condrowati, yang juga tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong. Ia menegaskan komitmen DPRD untuk memperjuangkan lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Tata Niaga Singkong yang adil dan berpihak kepada semua pihak.

 

“Sudah lama saya sampaikan, Lampung butuh aturan yang adil. Regulasi ini tidak boleh melemahkan petani, tapi juga tidak boleh merugikan perusahaan. Prinsipnya harus win-win solution,” tegas politisi PDI Perjuangan itu, Selasa (14/10).

 

Condrowati menilai, persoalan harga singkong yang kerap naik turun tanpa kendali bukan sekadar persoalan pasar, tetapi akibat sistem tata niaga yang belum tertata. Karena itu, ia mendorong agar proses penyusunan Perda dilakukan secara terbuka dan partisipatif.

 

“Petani, asosiasi, dan pelaku industri harus duduk bersama. Kita ingin Perda ini lahir dari kesepahaman, bukan hanya dari meja rapat. Regulasi harus bisa dijalankan, bukan sekadar formalitas,” ujarnya.

 

Budhi Condrowati juga mendorong Pansus Tata Niaga Singkong agar segera mengeluarkan rekomendasi yang konkret untuk memperkuat posisi petani dalam rantai niaga.

 

Menurutnya juga, Perda ini nantinya akan menjadi instrumen penting untuk menciptakan transparansi harga, kontrak kerja yang jelas antara petani dan perusahaan, serta sistem perlindungan bagi kedua belah pihak.

 

“Selama ini fluktuasi harga singkong sering menimbulkan gejolak di tingkat petani. Dengan regulasi ini, kita ingin ada kepastian harga dan keadilan distribusi keuntungan,” lanjutnya.

 

Budhi optimistis, bila regulasi tersebut dijalankan dengan komitmen bersama, Lampung bisa menjadi contoh nasional dalam pengelolaan singkong yang berkeadilan dan berkelanjutan.

 

“Perda ini diharapkan menjadi tonggak baru bagi tata kelola singkong di Lampung, bukan hanya menjaga kepentingan petani, tapi juga memastikan industri pengolahan tetap tumbuh dan memberi nilai tambah bagi ekonomi daerah,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version