Di Balik Sebuah Foto: Upaya Membuka Mata Publik atas Kerja Pemerintah

waktu baca 4 menit
Senin, 29 Des 2025 12:54 9 Redaksi

BICARALAMPUNG – Pagi hari di ruang Sula Abung, Kantor Gubernur Lampung, deru pendingin ruangan belum sepenuhnya mengusir embun yang menempel di kaca.

 

Namun di dalam ruangan itu, kilatan kamera sudah lebih dulu bekerja, saling berkejaran menangkap momen. Di sanalah Festival Foto Akhir Tahun IJP Lampung dimulai. Sebuah pertemuan yang bukan hanya merayakan visual, tetapi mengajak pemerintah membuka mata publik lewat jejak gambar yang berbicara.

 

Di tengah suasana itu, Ketua IJP Lampung Abung Mamasa berdiri dengan nada suara yang pelan namun tegas.

 

Bagi pewarta, foto bukan sekadar dokumentasi. Ia adalah jendela.

 

Jendela yang memungkinkan masyarakat melihat apa yang dikerjakan pemerintah, tanpa perlu menunggu laporan panjang atau pidato resmi.

 

“Kami berharap ke depan OPD aktif mempublikasikan foto-foto kegiatannya. Masyarakat berhak tahu apa yang dikerjakan Pemerintah Provinsi Lampung,” kata Abung, saat Sambutan dihadapan Pemerintah Provinsi Lampung, Senin (29/12/2025) pagi.

 

Dalam nada suaranya tersimpan keprihatinan. Di era digitalisasi, ketika pesan visual bisa dikirim dalam hitungan detik, masih ada OPD yang terakhir mengunggah kegiatan pada 2024, padahal kalender hampir berganti ke 2026.

 

“Prosesnya tidak payah, semua dalam genggaman. Sayang jika kinerja tidak terdokumentasi,” tambahnya.

 

Festival Foto yang diinisiasi IJP bukan sekadar lomba. Ia adalah pengingat, stimulus, dan dalam banyak hal teguran yang halus.

 

Ketika Teguran Berbalut Apresiasi

Wakil Gubernur Lampung, Chusnunia Chalim (Jihan), membuka acara dengan senyum yang hangat, namun tutur katanya menyimpan pesan tajam bagi perangkat daerah.

 

“Atas nama pemprov saya memberi apresiasi. Tapi saya gemes juga sama OPD yang tidak aktif,” katanya, disambut tawa kecil namun penuh makna di ruangan.

 

Ia menegaskan, instruksi dari gubernur sudah jelas: aktif di media sosial.

 

Karena masyarakat hari ini tidak lagi menunggu publikasi di papan pengumuman, melainkan menatap layar ponsel setiap saat.

 

“Humas di masing-masing OPD masih belum paham betul apa yang harus dikerjakan. Banyak kerja, tapi tidak terpublikasi. Akhirnya tidak sampai kepada masyarakat.”

 

Melalui festival ini, Jihan ingin menegaskan satu hal: publikasi bukan pencitraan, melainkan bukti kerja nyata.

 

“Foto sangat penting. Redaksi tanpa foto itu kurang sekali. Yang bikin masyarakat ingin membaca adalah foto dan video. Tapi tetap foto harus beretika. Festival ini langkah nyata IJP Lampung,” tuturnya.

 

Ketika Sebuah Foto Bicara Lebih Keras dari Seremoni

 

Salah satu dewan juri menuturkan pandangannya dengan lugas.

Ia melihat perubahan pola dari foto seremoni semata, menuju visual yang menangkap denyut kehidupan masyarakat.

 

“Dalam komunikasi visual, sudut pandang itu penting. Foto bukan hanya dokumentasi acara. Yang mulai muncul adalah human interest momen, ketepatan waktu, dan sinergi visual. Itulah yang membuat foto bicara. Dan ketika karya bicara, publik mendengar,” kata perwakilan dewan juri Simon Abdurrahman, menyampaikan pesan.

 

Nada yang Sama dari Sekda Marindo Kurniawan

Sekretaris Daerah Lampung, Marindo Kurniawan, melihat festival ini sebagai bagian dari perubahan budaya kerja.

 

“Kami sangat mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi Diskominfotik dan IJP. OPD sekarang dituntut berinovasi dan menampilkan kegiatannya di media sosial, terutama Instagram,” kata Marindo saat diwawancarai seusai acara.

 

Ia melanjutkan dengan ajakan yang terasa lebih seperti dorongan moral:

 

“Ke depan, kita dorong OPD terus aktif menyiarkan kegiatannya agar masyarakat tahu apa yang sedang kita jalankan,” ucapnya.

 

Ketika Karya yang “Hidup” Menang

Para pemenang diumumkan menjelang penutupan acara.

 

Bukan soal teknik semata, para juri memilih karya yang hidup karya yang menangkap denyut, bukan sekadar pose.

 

Juara I – Dinas Peternakan

Juara II – RSUD

Juara III – Dinas Lingkungan Hidup

Favorit – Dispora

 

Nama-nama itu bukan sekadar daftar pemenang. Mereka adalah simbol bahwa ketika kerja dipotret dengan hati, hasilnya menggugah perhatian publik.

 

Festival ini dinilai oleh empat dewan juri lintas profesi, memastikan setiap karya mendapat penilaian adil dan berperspektif luas:

 

Syahroni Yusuf – PWI Lampung

Oyos Saroso – AMSI Lampung

Ardiansyah – PFI Lampung

Simon Abdurrahman – Akademisi

 

 

Acara itu diakhiri tanpa tepuk tangan berlebihan. Justru yang tersisa adalah renungan: berapa banyak kerja pemerintah yang hilang karena tidak terdokumentasi?

 

Berapa banyak momen kerja yang hanya tinggal angin, karena tidak dipotret dan dipublikasikan?

 

Abung Mamasa menutup dengan harapan sederhana, namun luas maknanya:

 

“Ke depan, kita berharap OPD menunjukkan kinerjanya lewat publikasi. Bukan sekadar untuk lomba, tapi untuk masyarakat. Sebab pada akhirnya, foto bukan hanya gambar. Ia adalah jejak.

Jejak yang membuat publik percaya bahwa kerja pemerintah benar-benar terjadi bukan hanya terdengar, tetapi terlihat,” pungkasnya. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
xMenempel bawah